IPK, Berhargakah ? *Cum lauder Testimony

Seorang gadis yang sering heboh sendiri menyandang title cumlaude pada 26 Agustus 2017
*pict source : laptop lenovo milik pribadi (abaikan tangan dan muka yang beda jauh warnanya)



My second comeback to this world!
Actually, suka banget nulis, buktinya liat aja instagram yang kepsyennya udah sampek limit, wkwk.
However, akhirnya kembali kesini.
Buat, ngoceh, biar ga nyampah di sosmed ig or twitter. Nyampah di kedua sosmed tsb enak sih, sayangnya limit karakter hahaha.

Well, my 1st post i’m gonna tell bout “IPK” (Indeks Prestasi Kumulatif).
WHY ? Kemarin sempet upload story screenshot chat saya dan adek. Si adek ceritanya ngirim foto IP dia yang 3,96. Doi sedih karena belum bisa ngerasain IP 4,00 seperti yang kakaknya dapetin (EHE, songong). Dan banyak komen bermunculan, mulai dari memuji hingga memaki, perasaan bangga hingga komen adekmu ga bersyukur yha? Piye perasaanmu sbg kakak leeekk *medurone metu.

Dear NETIJEN jaman now
Ketika kamu menghina adek saya, it means that kalian joega menghina saya.
WHY ? Sebab saya adalah kakaknya, dan yang kedua, saya pro terhadap orang memaksimalkan diri untuk mengejar IPK, meski IPK bukanlah segala-galanya. Dalam tulisan ini, saya sebagai fresh graduate yang memiliki IP lumayan dan kesusahan yang juga lumayan dalam mencari pekerjaan, akan memberikan opini dan pengalaman sekian words tentang IPK 

      “Jangan mengejar IPK, itu berat”

Saya setuju untuk jangan mengejar IPK, berat, lebih berat mengejar IPK daripada mengejar si doi yang ndak peka-peka :”) Saya lebih menyarankan agar kalian memaksimalkan kuliah, sehingga ketika orientasinya bukan nilai, namun ilmu, kita bisa lebih wise apabila nilai yang kita targetkan belum terwujud. Dengan memaksimalkan kuliah, kita memiliki lebih banyak skill dan ilmu, jadinya in the end ngerasa IPK itu bonus bagi kita. Bukan lagi tujuan. Tetapi, kalau yang dikejar dari awal nilai, jadinya adalah stress apabila nilai yg muncul di permukaan KHS ga sesuai dengan harapan. Jadi kejarlah ilmu, jangan IPK.


              Kejar IPK, buat Orangtua bangga! Setuju.
Memang banyak hal yang bisa membuat orangtua bangga. Bukan hanya IPK, namun IPK adalah salah satunya. Siapa sih, ortu yang ga seneng, ketika nama anaknya dipanggil di podium ? Atau siapa sih yang ga seneng, ketika ortu dapat tempat khusus karena anaknya menjadi wisudawan terbaik. Trust me, it works! Yap, saya membuat ibu saya merasakan hal itu pada saat wisuda saya Agustus 2017. Ibu saya duduk di barisan depan, Ibu saya mendengar namanya dipanggil sebagai orangtua dari wisudawan terbaik. Bohong kalo IPK bukan salah satu yg buat ortu bangga J

       
              IPK Tinggi, Hasil Kerja Sendiri!
Ini maksud saya pro terhadap mereka yang mengejar IPK. Saya sangat amat mendukung mereka yang mengejar IPK, namun hasil kerja sendiri. Why ? Bro, Sis. Keberkahan itu nomer satu. Tau kan..korupsi itu ga berkah! Ya sama, jika IPK hasil dari copas tugas internet, UTS UAS nyontek atau ngrepek, itu sama aja korup sih ya (menurut Nabil pribadi). Alhamdulillah, jika ditanya IPK saya berapa, saya menjawab dengan malu-malu, namun syahdu haha. Jujur saya memang tidak suka terlalu show off pada siapapun. Tetapi saya bangga tatkala saya mendapatkan IPK 3,93 dengan cara yang insyaAllah halal. Semenjak saya masuk kuliah, dan menjumpai banyak ujian, saya sangat menghindari hal-hal curang. Sekalipun mata kuliah tersebut susah , banyak dihapal, but saya lebih memilih untuk menjawabnya dengan jawaban saya sendiri ketimbang saya harus open gugel atau ngrepek,dsb. Dan dititik ini, saya bangga terhadap diri saya bisa membanggakan ortu dengan jerih payah yang suci, tak penuh dosa wkkw.

        In the end, #IPKBukanlahSegala-Galanya

SETUJU! Pasca saya lulus, kebanyakan orang-orang akan mengira saya bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan dengan title yang saya dapatkan serta dengan IPK tinggi saya. Faktanya ? saya nganggur dong dari 27 Agustus 2017-15 Januari 2018 haha. Saya sudah pernah mencoba 2x tes pekerjaan. Satu di kemenkeu untuk posisi Humas dan satunya lagi Management Trainee di BUMN Krakatau Steel.
IPK Tinggi, lulus, kerja mulus ? Ga ngaruh apa-apa bro, sis. Haha.
Tes tpa, tes tulis hingga tes wawancara, itu semua ga bergantung pada IPK loyaa. Itu bergantung pada otak dan kemampuan masing-masing.
Di kemenkeu, saya cukup bangga dengan hasil yang saya peroleh. Sebab, nilai saya termasuk tinggi, bisa masuk 100 besar tertinggi posisi CPNS Humas Kemenkeu 2017 . Selain itu, diantara jabatan-jabatan lainnya, ternyata nilai tertinggi memang dimiliki oleh jabatan humas. Dan nilai saya juga sebenarnya bisa masuk di beberapa jajaran jabatan non humas, hanya saja, karena ranking untuk humas diambil 45 orang se Indo, gagal lah saya hehe. Tak mengapa :”) pelajaran dan pengalaman.
Untuk yang BUMN, ku akui, sebagai anak lulusan jurusan sosial, sekalipun judul lokernya adalah Managemen Trainee untuk semua jurusan ipa maupun ips, believe mee...kadang ngerasa ga adil aja sih buat anak jurusan kuliah sosial macam saya haha. Solanya bukan lagi potensi akademik yang standart, tapi lebih ke ipaaa baaanggeeeet. Well, di SMA saya memang IPA, namun ketika ditanya rumus-rumus jlimetisasi, sungguh sudah terganti oleh Teori Jarum Hipodermik dan teman-temannya :”) trus gimana kak , tesnya ? lulus ? Enggak haha.

Lah mbak, katanya nganggur dari Agustus-Desember ? trus skarang kerja gitu. Berarti kan gampang nyari kerjanya ?

Anyway, ini aja kerja ga pakek tas-tes tas-tes sana sini haha. Ini mah makek jalan tol.
Ditanya “Nabila lagi nyarik kerja?” i said yes, then send cv, then tomorrownya “kapan bisa ke Jakartaaa” WOWWW! HAHAHA
Saya nggak yakin, kalau mbak yang nawari saya kerja hanya melihat ipk saya yang bikin Ibu saya duduk cantik kala wisuda, namun saya yakin mbak yang nawari saya kerja, melihat skill dan pengalaman saya J
Sedih nggak mbak ? IPKnya ga guna ?
Enggak sih B aja haha. Malah seneng. Agustus 2017, saya bisa melihat ibu saya sangat bahagia kala itu. Bisa duduk tenang dan syantik, tanpa harus ngantri lewat pintu biasa, pintunya aja lewat undangan VIP hehe.

Saya yakin, IPK saya guna. Gunanya dimana ?
1.    Saya belajar ikhlas dan wise, tatkala IPK saya tidak sesuai dengan harapan (Padahal pernah nangis telfonan sama sahabat gara-gara IP ga sesuai harapan. Tugas sudah dikerjakan, aktif di kelas sudah sampek pegel tangan, hingga sit in kelas lain agar absen tidak dicentang)
2.       Saya belajar anti korup untuk mendapatkan label halal bagi IPK saya
(Sok aja sih ini, haha. Nggak sih, namanya belajar biar ga korup, biar berkah ya hasil jerih payah sinau hingga tengah wengi)
3.       Saya belajar tangguh, tatkala orang mencemo’oh bahwa nabila maniak nilai hehe

Toh pada akhirnya saya bisa membuktikkan, bahwa saya bukan hanya maniak nilai, bukan pengejar IPK dengan kemampuan kosong J **Namun hanya dengan perut kosong yang sering luwe *oposeh Bel haha

Percayalah, saya sebenarnya sama dengan kalian..
Sering malas belajar, sering belajar sambil nonton yutup, sering lebih memilih jalan daripada belajar, haha..

In the end, mau IPK tinggi atau enggak..IPK bukan segala-galanya, tapi IPK adalah Salah Satunya..
1.       Salah Satunya cara membuat orangtua bangga
2.       Salah satunya cara agar lolos adminitrasi tes kerja (karena beberapa perusahaan memiliki batas minimal IPK)
3.       Salah satunya cara mengukur kesucian diri *ah elah, padahal aing juga penuh doosa :”)
4.       Salah satunya cara agar kalian bisa lebih dewasa menghargai hidup *mosokiyo
Intinya, sebagai seorang freshgraduate yang sekarang bisa ngerasain kerja meski caranya pakek jalan tol,

Saya setuju ipk bukanlah segala-galanya, jangan dikejar, kamu nggak akan kuat. Tapi maksimalkan diri kamu. Dengan IPK, kamu bisa daftar kerja. Tapi, dengan SKILL, kamu bisa daftar kerja maupun ciptakan lapangan kerja.

Dan satu lagi, maksimalkan urusan dunia dan akhiratmu joega. Pengen IPK bagos, sampek skip sholat Subuh teross. Yhaa tulung :”)
Kelak, yang ditanya bukan ‘Berapa IPKmu?’ tapi ‘Siapa Nama Tuhanmu?’ :”)

#nbl


Komentar

Postingan Populer